Sejak adanya Pandemi Virus Covid-19, berbagai lembaga Pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar-Mengajar mereka melalui aplikasi video call ataupun video conference, salah satunya melalui media Zoom. Berkaitan dengan penggunaan aplikasi Zoom ini, perlu diketahui beberapa hal yang menyangkut keamanan penggunaannya dalam sistem pembelajaran daring.
Pada 22 April 2020, berdasarkan wawancara dengan bagian TIK Universitas Brawijaya, Raden Arief menyatakan, “Terkait fenomena Zoom yang kebobolan itu, karena link dan passwodnya di share di media sosial. jadi sebaiknya hostnya yg kontrol siapa yg bisa join dan tidak.”
Mekanisme filter peserta dalam Zoom dapat disiasati dengan membuat sistem pendaftaran baik menggunakan google form atau media apa saja. Yang menjadi tujuan utama adalah dapat teridentifikasi siapa saja yang dapat mengikuti baik itu kelas daring atau webinar. Apabila tidak ada mekanisme semacam itu dalam artian terbuka bebas, maka pasti ada resiko orang yang tidak diundang masuk. Sebaiknya yang ikut dalam sesi zoom memang sudah diseleksi, paling tidak diketahui email atau nomor teleponnya.
Raden Arief juga menyampaikan, “Saya beberapa kali ikut webinar harus daftar dulu, dan 30 menit sebelum mulai baru dikirim link, itupun tidak langsung masuk, tapi harus menunggu diijinkan sama hostnya.”
Sumber lainnya, Andri Setiawan dari Universitas Islam Indonesia (UII) pada Rabu, 22 April 2020 Via FaceBook menyampaikan fenomena ‘Zoombombing’ yakni menampilkan “ilicit” video di tengah meeting berlangsung. Ada orang-orang tidak dikenal masuk ke kanal meeting Zoom, kemudian menampilkan video-video yang tidak “baik”.
Zoombombing terjadi karena banyak orang yang menyebarkan link Zoom di media publik, kemudian ada orang-orang yang join di meeting tersebut. Fitur share link bukan hanya dimiliki oleh Zoom, tapi hampir semua conferencing media memiliki hal yang sama. Potensi “zoombombing” pun bisa terjadi di seluruh platform conferencing yang lain. Isu utamanya bukan Zoom yang. “bolong”, tapi karena orang ceroboh membuka link conferencing ke tempat publik.
Mengenai kerawanan Platform lain, Andri Setiawan mengatakan bahwa tetap mempunyai kerawanan yang sama ketika public link dibagi. Setidaknya sekarang di Zoom terdapat langkah-langkah mencegah zoombombing, seperti lock meeting. Alasan isu zoombombing tidak terdengar di platform lain karena penggunanya tidak sebanyak Zoom yang apabila jumlah penggunanya banyak, mungkin isu sama pun akan terjadi.
Jika merujuk ke beragam sumber yang ada, password Zoom bocor sebanyak 500.000 sebenarnya terjadi karena orang-orang menggunakan password yang sama di akun-akun mereka seperti email, sosial media, termasuk Zoom. Akibatnya para “hacker” dapat masuk ke akun-akun Zoom tersebut.
Beberapa isu tersebut yang sering muncul dalam sistem pembelajaran daring. Di Zoom dan platform conferencing lainnya. Namun setidaknya, mereka mulai terbuka dengan beragam masukan. Hal ini terbilang wajar sebab tiga bulan lalu mereka hanya memiliki 10 juta pengguna, dan hari ini 200 juta pengguna, tentu banyak pihak jadi shock, termasuk Zoom sendiri.
Jadi, beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kemanan media Zoom dalam pembelajaran daring maupun webinar dan mencegah zoombombing adalah dengan dengan membuat filter peserta yang akan ikut dalam video conference dengan menggunakan sistem pendaftaran, menggunakan password yang berbeda untuk Aplikasi Zoom disamping password media sosial lainnya, mendata para peserta yang akan bergabung di Zoom, berhati-hati dalam men-share password dan link Zoom yang akan digunakan, dan menggunakan sistem lock meeting.(AZL)